DSC03411

Pada Kamis 12 November 2020, Ditreskrimsus Polda Riau menggelar press conference kasus terkait satu kasus peredaran gading gajah yang terjadi di Taluk Kuantan. Kasus ini bermula pada penangkapan yang terjadi di Desa Jake, Lintas Timur, Lipat Kain – Taluk Kuantan pada 11 November 2020. Ditreskrimsus Polda Riau menangkap tiga orang yang diduga melakukan peredaran sepasang gading gajah sepanjang 80 cm di kabupaten Taluk Kuantan. Tiga pelaku ini berinisial YP (52), YS (52) dan WG (68) dengan salah satu diantaranya adalah PNS berprofesi sebagai guru SMK. Pemilik gading saat itu berencana akan menjual gading seharga 100 juta.

Press conference ini dihadiri langsung oleh Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Imam Setya Effendi dan Kababes BKSDA Riau Suharyono. Kapolda Agung Imam mengatakan bahwa pihaknya akan serius dalam memberantas perdagangan Satwa Liar Dilindungi yang masih marak terjadi di Riau. Sementara itu, Kababes Surharyono memberikan apresiasi bagi jajaran Ditreskrimsus Polda Riau karena telah berhasil menangkap pelaku.

Pelaku terancam dipidana maksimal 5 Tahun penjara dan denda Rp. 100 juta karena melanggar UU No. 5 tahun 1990 KSDAE.

pengadilan-militer-banda-aceh-hukum-anggota-tni-ad

Seorang terdakwa oknum TNI AD, Serda Maryanto, dijatuhi hukuman penjara selama 3 bulan oleh Pengadilan Militer (Dilmil) I-01 Banda Aceh, Aceh setelah tertangkap mengangkut satwa dilindungi jenis orangutan.

Persidangan yang dimulai sejak Senin–Rabu (21–23/9/2020) itu dipimpin Letkol Chk Setyanto Hutomo, S.H., sebagai Hakim Ketua serta Letkol Chk Rizky Gunturida, S.H., M.H., dan Mayor Chk Gatot, S.H., M.H. sebagai Hakim Anggota. Kemudian Oditur Militer Mayor Chk Zarkasih, S.H., serta Penasehat Hukum dari Kumrem 011/LW Mayor Chk Agus Tanu Harahap, S.H. seperti dilansir dari tribunnews.com.

Ketua Majelis Hakim, Letkol Chk Setyanto Hutomo, S.H. menyatakan bahwa terdakwa yang merupakan anggota Babinsa Koramil 05/Pining, Kodim 0113/Galus terbukti bersalah melakukan tindak pidana mengangkut satwa dilindungi dalam keadaan hidup.

“Memutuskan Serda Maryanto, bersalah dan didakwa melanggar Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP,” ujarnya di persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Kelas I B Lhokseumawe.

Pada sidang percepatan di Wilayah Korem 011/LW, Oditur Militer ikut menghadirkan beberapa saksi. Salah satu saksi dari Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Madya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, drh. Taing Lubis, M.M. memberikan keterangan terkait satwa dilindungi yang dibawa oleh terdakwa bersama rekannya di Dusun Aruldeng, Desa Pasir Putih, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Aceh.

Baca jugaPedagang Kulit Harimau Sumatra Dituntut 4,6 Tahun Penjara

Dalam penjelasannya, drh. Taing Lubis menerangkan bahwa satwa dilindungi berupa satu ekor anak orangutan, umur 3 tahun, jenis kelamin jantan merupakan satwa langka di Provinsi Aceh. Primata langka ini wajib dilindungi oleh seluruh masyarakat Aceh termasuk oleh Terdakwa sebagai Prajurit TNI AD.

“Orangutan merupakan satwa yang dilindungi negara dan sudah langka keberadaannya di Aceh serta bagian warisan dunia yang wajib diserahkan kepada BKSDA Aceh untuk dipelihara serta dirawat. Bukan untuk dipelihara perseorangan,” jelas drh. Taing Lubis, M.M.

Kasus ini berawal dari penangkapan yang dilakukan oleh Tim Balai Gakkum Wilayah Sumatera, Ditjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Petugas menangkap seorang pemuda bernama Darmuka Yoga (23) dan Serda Maryanto setelah kepergok hendak menjual seekor orangutan di Jalan Pining, Pasir Putih, Kabupaten Gayo Lues, Aceh pada Rabu, 22 Januari 2020.

Penangkapan dilakukan dalam operasi pengamanan di Dusun Aruldeng, Desa Pining, Gayo Lues, Aceh. Sementara satu rekan Darmuka, bernama Kunaipi alias Ipi berhasil melarikan diri. Dari keterangan pelaku, Darmuka diberikan pekerjaan oleh Kunaipi untuk mengantarkan orangutan bersama Maryanto setelah dijanjikan upah.

Atas perbuatannya, Darmuka telah dijatuhi putusan pidana 1 tahun kurungan penjara dan denda Rp 50 juta, subsider 1 bulan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Blangkejeren, Aceh pada Selasa, 28 April 2020. (Serambi.news)

trenggiling-hong-kong

Petugas Departemen Bea Cukai Hong Kong menyita satu ton sisik trenggiling bersama dengan 13 kg kantong empedu ular kering dalam kontainer pengiriman yang tiba dari Indonesia di Terminal Kargo Kwai Chung, Hong Kong. Tangkapan ini merupakan penyitaan terbesar yang dilakukan petugas di sepanjang tahun ini.

Hasil tangkapan senilai HK $ 6,2 juta atau sekitar Rp 11 miliar itu diyakini dikirim ke gudang di kawasan New Territories sehingga bisa diselundupkan ke daratan Tiongkok, kata sumber penegak hukum seperti dikutip dari South China Morning Post.

Petugas Bea Cukai menemukan kiriman tersebut pada Rabu pekan lalu (16/9) saat pemeriksaan di kompleks pemeriksaan terminal Kwai Chung. Sebuah kontainer disebutkan membawa ikan beku tiba dari Jakarta, Indonesia sekitar dua pekan lalu.

“Setelah mengeluarkan lebih dari 1.000 kantong ikan beku dari wadah, petugas menemukan lebih dari 40 kantong berisi sisik trenggiling beserta satu kantong kantung empedu ular yang telah dikeringkan,” kata sumber tersebut.

Dia mengatakan sisik trenggiling itu diperkirakan bernilai HK $ 6 juta (Rp 11,5 miliar) dan kantung empedu bernilai sekitar HK $ 200.000 (Rp 380 juta).

Untuk Obat Tradisional

Sumber penegak hukum mengatakan kontainer itu diduga akan dikirim ke daratan Tiongkok, sehingga ada kemungkinan sisik trenggiling dan kantung empedu ular akan digunakan dalam obat tradisional Tiongkok.

“Sejauh ini, belum ada yang ditangkap terkait kasus tersebut. Saat ini penyelidikan sedang dilakukan,” ujarnya.

Dia mengatakan, kegiatan ini adalah penyitaan kedua yang dilakukan pihak Bea Cukai dengan barang bukti berupa sisik trenggiling di tahun ini, setelah sejumlah kecil sisik pernah disita sebelumnya.

Dalam sembilan bulan pertama di tahun 2019, petugas Bea Cukai telah menyita 8,7 ton sisik trenggiling senilai HK $ 43 juta (Rp 38 miliar) dalam 11 kasus.

Di Hong Kong, mengimpor atau mengekspor kargo yang tidak memiliki informasi resmi dapat diancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara dan denda HK $ 2 juta (Rp 3,8 miliar).

Di bawah Undang-Undang Perlindungan Spesies Hewan dan Tumbuhan yang Terancam Punah, hukuman maksimum untuk mengimpor atau mengekspor spesies yang terancam punah tanpa izin adalah 10 tahun penjara dan denda HK $ 10 juta (Rp 19 miliar).

PN Pelalawan
 
Pelalawan – Satu mantan pekerja perusahaan HTI asal desa Segati kecamatan langgam kabupaten Pelalawan, Riau harus berurusan dengan hukum karena terbentur kasus perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi. Pria berinisial SH (34) ini ditangkap aparat hukum karena hendak menjual gading gajah pada 7 Juni 2020 lalu.
 
Berdasarkan keterangan Jaksa Penuntut Umum II Yuliana Sari, SH., pihaknya menerima pelimpahan kasus dari Kejaksaan Tinggi Riau atas satu pelaku dugaan perdagangan bagian tubuh satwa liar dilindungi. Terdakwa, SH saat ini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Pelalawan. Selasa, 15 September 2020 adalah sidang perdana SH. Persidangan dilakukan secara teleconference menggunakan Zoom.
 
Dari agenda pembacaan dakwaan, SH ditangkap Ditreskrimsus Polda Riau saat berniat menjual sepasang gading gajah seberat masing-masing 3 kilogram di salah satu rumah makan di Langgam. Terdakwa saat itu tengah menunggu pembeli. Namun sayang, bukan pembeli yang datang, malah SH diringkus oleh polisi. Dari keterangan Jaksa, terdakwa dulunya bekerja di perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Pelalawan. Terdakwa mengaku menemukan bangkai gajah yang sudah mati. Ia sudah tidak ingat lagi kapan persisnya, namun gajah mati tersebut masih memiliki gading. Melihat ada kesempatan, SH kemudian menarik dua gading tersebut dan mengeringkannya dengan cara digantung di atas pohon Akasia di dekat mess/barak tempat SH tinggal. Proses pengeringan ini membutuhkan waktu sekitar 3 bulan.
 
Setelah proses pengeringan tersebut selesai, SH mengatakan bahwa ia menunggu untuk menemukan pembeli yang cocok. SH mengaku menunggu hingga 6 tahun lamanya untuk menemukan pembeli. Sementara menunggu itu, SH menyimpan gading dirumahnya.
 
Jaksa Yuliana menyebut bahwa SH menemukan seorang pembeli, yang sampai saat ini statusnya masih DPO. Pembeli ini, berjanji dengan SH untuk bertemu di sebuah rumah makan di Langgam. Namun, SH terkejut karena belum sempat pembeli itu datang, ia malah ditangkap oleh aparat kepolisian. Atas perbuatannya, SH terancam kurungan 5 tahun penjara karena melanggar Pasal 40 ayat 2 junto pasal 21 ayat 2 huruf d Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sidang perdana ini dipimpin oleh majelis hakim dengan ketua Hakim Bambang Setyawan, SH MH, Hakim Jetha Tri Dharmawan, SH, dan Hakim Sev Netral Harapan Halawa, SH. serta panitera Suadirman, SH. Saat dipersidangkan, terdakwa SH tidak didampingi oleh Penasehat Hukum. Sidang selanjutkan dijadwalkan pada Kamis, 24 September 2020(fdk)

Pengadilan Negeri Rengat

Rengat – Dua tersangka pemburu gajah di Kelayang resmi masuk persidangan pada 11 September 2020. Berdasarkan pemantauan online yang dilakukan di situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Rengat, AR atau Anwar Sanusi dan SR atau Sukar, telah resmi perkaranya masuk ke dalam sistem persidangan.

Anwar Sanusi dan Sukar adalah dua tersangka pemburu gajah di Kelayang pada 15 April 2020 lalu. Keduanya sempat melarikan diri dan baru berhasil ditangkap pada Juli 2020 lalu. Meskipun kedua pelaku berhasil ditangkap, masih ada satu pelaku bernama Ari Karyo yang buron.

Keduanya terancam hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta rupiah karena telah melanggar UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.